Mitos dan Sejarah Malam Satu Suro yang Penuh Misteri
Baca Juga
Mengapa malam satu suro dianggap angker ? - Saat ini semesta memasuki bulan Muharram atau lebih akrab didengar dengan bulan Suro.
Bulan sakral yang dirindukan namun sekaligus patut diwaspadai, Karena untuk sebagian masyarakat pengertian bulan Suro dianggap memiliki daya spiritual. Bulan Suro lebih dari sekotak paket yang didalamnya terdapat asumsi magis, angker bahkan pantangan-pantangan yang jauh dari Nalar.
Paradigma tersebut sedemikian lamanya terkonvensional dan secara bawah sadar mempengaruhi tingkah laku masyarakat itu sendiri. Bahkan pada bulan Suro lapisan masyarakat yang melek gaib setiap dengan beragam ritual sebagai pemuas dahaga supranatural mereka.
Lantas dasar apa yang diletakan sebagian masyarakat yang menganggap Satu Suro adalah malam lebarannya makhluk gaib, atau sebagian masyarakat lainnya menganggap bulan Suro yang sarat kesialan dan malapetaka.
Terlebih lagi bagi anda para generasi 90-an tentu masih ingat kiprah almarhumah Suzanna dalam film Malam Satu Suro bukan, sebuah cerita sosok sundel bolong bernama Suketi yang di bangkitkan seorang dukun di Alas Roban Jawa Tengah tepat pada malam satu suro. Sebuah mitos lama langgeng beredar, istilah yang semakin mengkeramatkan awal pergantian tahun Jawa ini.
Konon Satu Suro dikenal sebagai hari rayanya makhluk gaib, paparan mitos yang sungguh-sungguh menohok sepintas diartikan pada malam satu suro banyak makhluk tak kasat mata keluar dari persinggahan gelap mereka.
Zat-zat gaib tersebut berhamburan untuk berbaur atau sekedar melakukan interaksi dengan dunia manusia. Sekali tiga uang dengan mitos tentang hari rayanya makhluk dari dunia lain, cerita turunan muncul akibat kesakralan Malam Satu Suro.
Konon roh leluhur yang meninggal dunia akan kembali dan mendatangi rumah keluarga mereka, ditambah dengan mitos masyarakat tertentu yang meyakini jika Malam Satu Suro, roh-roh Tumbal Pesugihan akan dibebaskan sebagai imbalan pengabdianya selama satu tahun penuh.
Karena apa, kita lihat misalnya peringatan 1 Suro bisanya orang nyusu akan bertapa, menyendiri, dan berdoa di tempat-tempat yang sunyi. Jadi tidak boleh Ada griyangan itu orang Jawa Tadi, ketika laku prihatin itu orang yang masih hidup ingin menyampaikan satu connect koneksi lagi dengan mereka.
Bahwa kami masih menjalankan ritual demi keselamatan, agar mereka dilindungi dia. Jadi dunia luhur kita memang hidupnya sudah di alam yang lain, sehingga alam-alam yang tidak baik pun akan ikut campur di situ.
Pantangan lain yang berlaku sebulan penuh terkait dengan perayaan pesta, misalnya pernikahan, khitanan, pindah rumah atau berpergian jauh. Konon segala hajat di bulan Suro akan berhadapan dengan nasib buruk.
Memang ada anggapan bahwa sebetulnya nggak salah kaprah, justru kalo bagi masyarakat Jawa dengan keyakinan orang Jawa Malam Satu Suro itu malam yang sakral dan di sucikan. Bukan justru diartikan sebagai sinyal, mungkin anggapan ini bisa terjadi karena malam satu suro itu bagi masyarakat jawa malam yang penting dan disucikanleh.
Oleh karena itu tujuannya selalu baik dan kalau tujuan-tujuan baik tadi kemudian disalahartikan, bisa saja sering terjadi ada orang sial, ada orang celaka dan sebagainya.
Kalender Jawa adalah sistem penanggalan yang digunakan Kesultanan Mataram yang memadukan penanggalan Islam, penanggalan Hindu dan sedikit unsur penanggalan budaya barat. Kalender Jawa diterbitkan oleh Sultan Agung hanyokrokusumo yang memerintah antara tahun 1613 sampai 1645.
Beliau dikenal sebagai pahlawan nasional atas jasa-jasa mengembangkan kerajaan di nusantara, masyarakat Jawa biasa memperingati Malam Satu Suro setelah maghrib. Hal ini dikarenakan pergantian hari berdasarkan kalender Jawa dimulai saat terbenamnya matahari dari hari sebelumnya.
Bukan tengah malam yang mengacu pada penanggalan kebanyakan, ternyata perjalanan satu suro sebagai identitas budaya memiliki sejarah adiluhung. Sebuah bukti luhurnya sebuah peradaban besar di Indonesia, lantas apakah penyebab kemunculan stigma minor tentang Malam Satu Suro ?
Salah satu cara apresiasi masyarakat popular, masyarakat Urban tentang Satu Suro sehingga diciptakannya suatu suasana berdasarkan kesan satu suro itu mereka menangkapnya begitu. Apalagi di Salem kan ada ceritanya, tapi banyak yang salah kaprah karena mereka selalu melihat dari sisi negatifnya.
Bagi masyarakat Jawa itu sangat sacral, sangat spiritual, sangat-sangat disucikan, tapi bagi masyarakat luar akhirnya ada stigma bahwa orang jawa nyleneh. Kata yang juga di tidak diinginkan orang Jawa, Jadi sebetulnya sejarah Satu Suro memang berkaitan dengan rasa keprihatinan mendalam dari seorang raja yang namanya Sultan Agung hanyokrokusumo raja Mataram.
Raja Mataram dan terbesar menjadi Bapa leluhur raja-raja dari Jawa, mengapa diciptakan Satu Suro Karena Sultan Agung merasa gagal dalam setiap tindakan Apalagi saat menyerang Batavia 1628 hingga 1629. Dia merasa tidak didukung oleh masyarakat Jawa, karena masa gajah terpecah-pecah.
Yang pertama didalam pesisir sudah Islam masyarakat jawa, di pedalaman itu Hindu Budha, di selatan Itu kebatinan Jawa. Sehingga dia prihatin ciptakanlah penanggalan Jawa untuk memulai sikap yang Budha yang baru menyatukan mereka.
Jadi tahun Jawa itu adalah persatuan penyatuan antara tahun Hijriyah Islam dengan tahun Saka, jadikan tahun Jawa.
Legi juga merujuk kepada hitungan kalender Jawa yang terdiri himpunan lima hari dalam sepekan. Pada malam ini lah nenek moyang menganjurkan orang-orang bertawakal mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha kuasa, atau sekedar kontemplasi sembari berserah diri.
Jumat Legi sebetulnya dibentuknya atau diciptakannya malam satu suro itu pada sekitar tahun 1628 dan 1629. Ketika Sultan Agung menciptakan itu, Ia melakukan satu politik budaya menciptakan lah satu tahun baru bagi masyarakat Jawa.
Hal ini memang dimulai pada abad Jumat Legi itu, ada yang bilang lagi bawa apa peringatan Jumat Legi ini memang pada saat tepatnya ketika pemindahan Keraton Kartosuro ke Surakarta. Sehingga effect dari semuanya itu orang tua Cuma begini ini sesuatu yang Satu Suro Akbar.
Kesakralan Malam Satu Suro bermanifestasi menjadi berbagai macam lagu ritual, tradisi tersebut bermacam-macam bentuknya tergantung dari daerah masing-masing. Tentu kita sering mendengar tradisi Keraton kasunanan Surakarta dalam menyambut bulan suro.
Salah satu contohnya adalah kirab kebo bule, konon kerbau kerbau putih tersebut bukan sembarang kerbau. Kerbau yang dikenal sebagai Kyai selamat, turun-temurun diyakini masyarakat memiliki berkah. Selain upacara besar yang dirayakan khalayak ramai, ada ritual 1 Suro yang lebih bersifat personal antara lain Tapa bisu.
Seseorang yang menjalankan tirakat ini tidak boleh mengeluarkan kata-kata sampai masa ritual berakhir. Prosesi lainnya adalah Tapa kungkum atau berendam di pertemuan Dua sungai besar, maknanya berkaca pada apa yang dilalui seseorang selama setahun penuh.
Satu lagi istilah upacara yang akrab di telinga adalah ngumbah keris, ritual mencuci benda-benda pusaka pada malam satu suro. Dimaksudkan agar benda benda sakral tersebut akan bertambah kekuatan gaibnya. Dengan mandi kembang, mandi air yang disucikan oleh orang-orang tua kita, orang orang-orang yang pintar.
Tapi ada juga yang dilakukan biasanya kum-kum, kum kum itu orang-orang mencari tempuran Sungai. Tempuran itu pertemuan dua atau tiga sungai di situlah mereka akan mandi, kungkum bahkan 23 jam sampai subuh dari jam 12.00 malam. Itu yang pertama ada yang juga yang menyendiri dengan kontemplasi di tempat-tempat yang mereka anggap Suci, dengan berdoa mendaraskan harapan-harapan.
Seyogyanya Jalan pertama menyelamatkan peradaban adalah menggali akar budaya. Jangan menganggap ini suatu hal yang salah, karena ini adalah sebuah seni atau budaya.
Bagi orang Jawa juga sangat penting, karena seperti halnya orang-orang zaman sekarang memperingati tahun baru orang Islam, memperingati 1 Muharram sebagai tahun baru Islam. Orang Jawa juga punya tahun baru, tapi dengan keyakinan budaya yang sudah diturunkan nenek moyang kita.
Jadi intinya Jangan menganggap hal ini adalah salah, ngeledek juga memang salah jalan dan orang jawa juga tahu. Tapi yang dilakukan Satu Suro adalah suatu proses kebatinan Jawa, yang betul-betul berharap bahwa dia ingin melakukan survey yang baik di tahun mendatang.
Maka Satu Suro adalah suatu laku prihatin bagi masyarakat Jawa, itulah tadi mitos dan sejarah malam satu suro. Terus kunjungi blog barutau untuk terus update info terkini yang wow dan kekinian.
Bulan sakral yang dirindukan namun sekaligus patut diwaspadai, Karena untuk sebagian masyarakat pengertian bulan Suro dianggap memiliki daya spiritual. Bulan Suro lebih dari sekotak paket yang didalamnya terdapat asumsi magis, angker bahkan pantangan-pantangan yang jauh dari Nalar.
Paradigma tersebut sedemikian lamanya terkonvensional dan secara bawah sadar mempengaruhi tingkah laku masyarakat itu sendiri. Bahkan pada bulan Suro lapisan masyarakat yang melek gaib setiap dengan beragam ritual sebagai pemuas dahaga supranatural mereka.
Lantas dasar apa yang diletakan sebagian masyarakat yang menganggap Satu Suro adalah malam lebarannya makhluk gaib, atau sebagian masyarakat lainnya menganggap bulan Suro yang sarat kesialan dan malapetaka.
Misteri Malam 1 Suro yang Mistis dan Penuh Keangkeran
Ada apa dengan malam satu suro? pertanyaan yang sejatinya sebuah pernyataan yang sudah menjelaskan jika Malam Satu Suro berada pada areal misterius, magis dan gelap. Deretan stigma angker yang terpapar, ditambah bumbu budaya populer bergenre horor semacam novel hingga layar lebar menambah sedap aroma misteri malam satu suro itu sendiri.Terlebih lagi bagi anda para generasi 90-an tentu masih ingat kiprah almarhumah Suzanna dalam film Malam Satu Suro bukan, sebuah cerita sosok sundel bolong bernama Suketi yang di bangkitkan seorang dukun di Alas Roban Jawa Tengah tepat pada malam satu suro. Sebuah mitos lama langgeng beredar, istilah yang semakin mengkeramatkan awal pergantian tahun Jawa ini.
Konon Satu Suro dikenal sebagai hari rayanya makhluk gaib, paparan mitos yang sungguh-sungguh menohok sepintas diartikan pada malam satu suro banyak makhluk tak kasat mata keluar dari persinggahan gelap mereka.
Zat-zat gaib tersebut berhamburan untuk berbaur atau sekedar melakukan interaksi dengan dunia manusia. Sekali tiga uang dengan mitos tentang hari rayanya makhluk dari dunia lain, cerita turunan muncul akibat kesakralan Malam Satu Suro.
Konon roh leluhur yang meninggal dunia akan kembali dan mendatangi rumah keluarga mereka, ditambah dengan mitos masyarakat tertentu yang meyakini jika Malam Satu Suro, roh-roh Tumbal Pesugihan akan dibebaskan sebagai imbalan pengabdianya selama satu tahun penuh.
Berikut Penjelasan Mengenai Malam 1 Suro Oleh Dosen Sejarah dan Kebudayaan UI
Mungkinkah lebaran ini sesuatu kegembiraan dari makhluk-makhluk halus memang sebetulnya berkaitan dengan dunia semacam itu. Malam satu suro ini malam prihatinnya orang Jawa yang berkaitan di dunia dunia astral tadi.Bahwa kami masih menjalankan ritual demi keselamatan, agar mereka dilindungi dia. Jadi dunia luhur kita memang hidupnya sudah di alam yang lain, sehingga alam-alam yang tidak baik pun akan ikut campur di situ.
Stigma Angker Pada Malam Satu Suro
Tradisi Jawa menyebutkan di Malam Satu Suro, makhluk gaib banyak melepaskan energi negatif yang disebut bala atau sengkala. Dari Keyakinan itu muncul sebuah pantangan bagi orang yang berpergian dimalam keramat Satu Suro, ditakutkan orang tersebut dapat celaka akibat godaan dari makhluk gaib.Pantangan lain yang berlaku sebulan penuh terkait dengan perayaan pesta, misalnya pernikahan, khitanan, pindah rumah atau berpergian jauh. Konon segala hajat di bulan Suro akan berhadapan dengan nasib buruk.
Memang ada anggapan bahwa sebetulnya nggak salah kaprah, justru kalo bagi masyarakat Jawa dengan keyakinan orang Jawa Malam Satu Suro itu malam yang sakral dan di sucikan. Bukan justru diartikan sebagai sinyal, mungkin anggapan ini bisa terjadi karena malam satu suro itu bagi masyarakat jawa malam yang penting dan disucikanleh.
Oleh karena itu tujuannya selalu baik dan kalau tujuan-tujuan baik tadi kemudian disalahartikan, bisa saja sering terjadi ada orang sial, ada orang celaka dan sebagainya.
Sejarah Malam Satu Suro yang Menyeramkan
Bagi masyarakat tradisional bulan Suro merupakan bulan spesial di antara 11 bulan lainnya. Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriyah.Kalender Jawa adalah sistem penanggalan yang digunakan Kesultanan Mataram yang memadukan penanggalan Islam, penanggalan Hindu dan sedikit unsur penanggalan budaya barat. Kalender Jawa diterbitkan oleh Sultan Agung hanyokrokusumo yang memerintah antara tahun 1613 sampai 1645.
Beliau dikenal sebagai pahlawan nasional atas jasa-jasa mengembangkan kerajaan di nusantara, masyarakat Jawa biasa memperingati Malam Satu Suro setelah maghrib. Hal ini dikarenakan pergantian hari berdasarkan kalender Jawa dimulai saat terbenamnya matahari dari hari sebelumnya.
Bukan tengah malam yang mengacu pada penanggalan kebanyakan, ternyata perjalanan satu suro sebagai identitas budaya memiliki sejarah adiluhung. Sebuah bukti luhurnya sebuah peradaban besar di Indonesia, lantas apakah penyebab kemunculan stigma minor tentang Malam Satu Suro ?
Salah satu cara apresiasi masyarakat popular, masyarakat Urban tentang Satu Suro sehingga diciptakannya suatu suasana berdasarkan kesan satu suro itu mereka menangkapnya begitu. Apalagi di Salem kan ada ceritanya, tapi banyak yang salah kaprah karena mereka selalu melihat dari sisi negatifnya.
Bagi masyarakat Jawa itu sangat sacral, sangat spiritual, sangat-sangat disucikan, tapi bagi masyarakat luar akhirnya ada stigma bahwa orang jawa nyleneh. Kata yang juga di tidak diinginkan orang Jawa, Jadi sebetulnya sejarah Satu Suro memang berkaitan dengan rasa keprihatinan mendalam dari seorang raja yang namanya Sultan Agung hanyokrokusumo raja Mataram.
Raja Mataram dan terbesar menjadi Bapa leluhur raja-raja dari Jawa, mengapa diciptakan Satu Suro Karena Sultan Agung merasa gagal dalam setiap tindakan Apalagi saat menyerang Batavia 1628 hingga 1629. Dia merasa tidak didukung oleh masyarakat Jawa, karena masa gajah terpecah-pecah.
Yang pertama didalam pesisir sudah Islam masyarakat jawa, di pedalaman itu Hindu Budha, di selatan Itu kebatinan Jawa. Sehingga dia prihatin ciptakanlah penanggalan Jawa untuk memulai sikap yang Budha yang baru menyatukan mereka.
Jadi tahun Jawa itu adalah persatuan penyatuan antara tahun Hijriyah Islam dengan tahun Saka, jadikan tahun Jawa.
Ritual yang Dilakukan Saat Malam Satu Suro
Seiring bergulirnya jaman berbagai macam pandangan muncul dalam menyikapi keramatnya malam satu suro. Terlebih lagi jika satu suro jatuh pada Jumat Legi, secara harfiah kata legi diartikan manis.Legi juga merujuk kepada hitungan kalender Jawa yang terdiri himpunan lima hari dalam sepekan. Pada malam ini lah nenek moyang menganjurkan orang-orang bertawakal mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha kuasa, atau sekedar kontemplasi sembari berserah diri.
Jumat Legi sebetulnya dibentuknya atau diciptakannya malam satu suro itu pada sekitar tahun 1628 dan 1629. Ketika Sultan Agung menciptakan itu, Ia melakukan satu politik budaya menciptakan lah satu tahun baru bagi masyarakat Jawa.
Hal ini memang dimulai pada abad Jumat Legi itu, ada yang bilang lagi bawa apa peringatan Jumat Legi ini memang pada saat tepatnya ketika pemindahan Keraton Kartosuro ke Surakarta. Sehingga effect dari semuanya itu orang tua Cuma begini ini sesuatu yang Satu Suro Akbar.
Kesakralan Malam Satu Suro bermanifestasi menjadi berbagai macam lagu ritual, tradisi tersebut bermacam-macam bentuknya tergantung dari daerah masing-masing. Tentu kita sering mendengar tradisi Keraton kasunanan Surakarta dalam menyambut bulan suro.
Salah satu contohnya adalah kirab kebo bule, konon kerbau kerbau putih tersebut bukan sembarang kerbau. Kerbau yang dikenal sebagai Kyai selamat, turun-temurun diyakini masyarakat memiliki berkah. Selain upacara besar yang dirayakan khalayak ramai, ada ritual 1 Suro yang lebih bersifat personal antara lain Tapa bisu.
Seseorang yang menjalankan tirakat ini tidak boleh mengeluarkan kata-kata sampai masa ritual berakhir. Prosesi lainnya adalah Tapa kungkum atau berendam di pertemuan Dua sungai besar, maknanya berkaca pada apa yang dilalui seseorang selama setahun penuh.
Satu lagi istilah upacara yang akrab di telinga adalah ngumbah keris, ritual mencuci benda-benda pusaka pada malam satu suro. Dimaksudkan agar benda benda sakral tersebut akan bertambah kekuatan gaibnya. Dengan mandi kembang, mandi air yang disucikan oleh orang-orang tua kita, orang orang-orang yang pintar.
Tapi ada juga yang dilakukan biasanya kum-kum, kum kum itu orang-orang mencari tempuran Sungai. Tempuran itu pertemuan dua atau tiga sungai di situlah mereka akan mandi, kungkum bahkan 23 jam sampai subuh dari jam 12.00 malam. Itu yang pertama ada yang juga yang menyendiri dengan kontemplasi di tempat-tempat yang mereka anggap Suci, dengan berdoa mendaraskan harapan-harapan.
Makna Malam Satu Suro Bagi Masyarakat Umum
Pergeseran makna 1 Suro atau bulan Suro lambat laun menjauhkan ranting dari akar budaya, tujuannya mengajak kearah kebaikan akan mudah dipelintir ke arah yang buruk jika tidak ada kontrol dari masyarakat sendiri.Seyogyanya Jalan pertama menyelamatkan peradaban adalah menggali akar budaya. Jangan menganggap ini suatu hal yang salah, karena ini adalah sebuah seni atau budaya.
Bagi orang Jawa juga sangat penting, karena seperti halnya orang-orang zaman sekarang memperingati tahun baru orang Islam, memperingati 1 Muharram sebagai tahun baru Islam. Orang Jawa juga punya tahun baru, tapi dengan keyakinan budaya yang sudah diturunkan nenek moyang kita.
Jadi intinya Jangan menganggap hal ini adalah salah, ngeledek juga memang salah jalan dan orang jawa juga tahu. Tapi yang dilakukan Satu Suro adalah suatu proses kebatinan Jawa, yang betul-betul berharap bahwa dia ingin melakukan survey yang baik di tahun mendatang.
Maka Satu Suro adalah suatu laku prihatin bagi masyarakat Jawa, itulah tadi mitos dan sejarah malam satu suro. Terus kunjungi blog barutau untuk terus update info terkini yang wow dan kekinian.
0 Response to "Mitos dan Sejarah Malam Satu Suro yang Penuh Misteri"
Post a Comment